Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan serius ingin memaksimalkan potensi dagang tanaman kratom Indonesia. Bahkan pada Kamis (20/6) kemarin Jokowi sempat menggelar rapat bersama sejumlah menteri ekonomi Kabinet Indonesia Maju untuk membahas rencana ekspor komoditas itu.
Rapat ini dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, BNN, BRIN, dan beberapa pihak lainnya.
Apa Itu Tanaman Kratom?
Berdasarkan informasi dalam laporan ‘Kratom: Prospek Kesehatan dan Sosial Ekonomi’ Kementerian Kesehatan, Kratom merupakan salah satu tanaman yang masuk dalam suku Rubiaceae. Mudahnya, tanaman ini masuk dalam suku yang sama seperti tanaman kopi.
Secara morfologi, kratom berupa tanaman pohon dengan batang lurus dan kulit batang berwarna abu kecoklatan. Warna tulang dan urat daun menjadi salah satu parameter pembeda, karena terdapat dua jenis warna, yaitu hijau dan coklat kemerahan.
Tanaman kratom biasanya tumbuh subur di daerah dekat aliran sungai pada jenis tanah aluvial yang kaya bahan organik. Karena itu tanaman ini banyak tersebar di wilayah
Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia, Filipina, Kamboja, Vietnam, Papua Nugini dan tentunya Indonesia.
Tanaman kratom secara tradisional digunakan di Malaysia dan Thailand untuk mengurangi rasa nyeri, relaksasi, mengatasi diare, menurunkan panas, dan mengurangi kadar gula darah.
Sedangkan di Indonesia, secara tradisional tanaman kratom banyak digunakan untuk menambah stamina, mengatasi nyeri, rematik, asam urat, hipertensi, gejala stroke, diabetes, susah tidur, luka, diare, batuk, kolesterol, tipus, dan menambah nafsu makan.
Pada dasarnya, hanya bagian daun dari tanaman kratom yang dapat dimanfaatkan dengan cara dikunyah, diseduh seperti teh, dihisap sebagai rokok, dan dicerna sebagai tablet terkompresi atau kapsul. Konsumsi tanaman kratom dosis rendah dapat memberikan efek stimulan, sedangkan dosis tinggi memberikan efek sedatif.
Efek tersebut disebabkan oleh senyawa mitraginin dan 7-hidroksimitraginin yang bertanggung jawab sebagai analgesik, antiinflamasi, antidepresan, psikoaktif dan opioid. Khasiat psikoaktif ini lah yang membuat tanaman kratom berpotensi untuk disalahgunakan.
Penyalahgunaan tanaman kratom dilaporkan mengakibatkan kejang, psikosis akut, bahkan hingga kematian. Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir, pemanfaatan kratom sebagai recreational drug semakin populer di seluruh dunia.
Tanaman kratom disebut oleh banyak orang sebagai produk psikoaktif aman dan legal, dapat memperbaiki suasana hati, mengurangi rasa sakit, dan memberikan manfaat dalam terapi kecanduan opiat.
Pemerintah Mau Atur Ekspor Tanaman Kratom
Dalam catatan detikcom, selama ini tanaman kratom tersebut diekspor secara bebas tanpa diatur pemerintah. Bahkan karena tidak adanya standardisasi yang baik komoditas ini sedang anjlok harganya di pasar.
Setelah melaksanakan rapat bersama Jokowi dan sejumlah menteri pada Kamis (20/6) kemarin, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan pemerintah tengah berencana akan mengatur tiga hal yang dalam pengelolaan tanaman kratom. Mulai dari tata kelolanya, tata niaganya, hingga legalitasnya.
Ia menjelaskan, untuk pengaturan tata niaga nanti akan dilaksanakan oleh Kementerian Perdagangan. Dalam hal ini akan diatur soal standardisasi produk yang bisa diekspor dan diperjualbelikan.
Pasalnya selama ini karena tidak ada standardisasi produk, komoditas yang diekspor mutunya buruk sehingga harganya jadi turun, bahkan ada yang ditolak oleh pembelinya.
“Kemendag atur tata niaganya untuk bentuk suatu standardisasi sehingga tak ada lagi kratom produk Indonesia yang kandung bakteri ecoli, salmonela, logam berat. Karena sudah ada eksportir kita di-reject barangnya,” beber Moeldoko.
“Kenapa terjadi? Karena belum diatur tata niaganya dengan baik,” lanjutnya.
Proses standardisasi ini juga bakal diawasi langsung oleh BPOM hingga surveyor. Mereka akan mengawasi proses produksi hingga kandungan produk.
“Kan perlu ada standardisasi dan proses produksinya itu diawasi oleh siapa? Mungkin aturannya ditentukan BPOM tapi produsen akan disurvei surveyor sehingga standar bisa terjaga dengan baik,” beber Moeldoko.
Dari tata kelola, ada wacana melibatkan Kementerian Pertanian untuk mengelola produksi kratom. Selama ini kratom sendiri tidak masuk dalam klasifikasi tanaman pertanian, namun lebih ke tanaman hutan. Maka dari itu agar proses produksinya lebih baik, Kementerian Pertanian akan diikutsertakan.
Legalitas Tanaman Kratom Selama Ini
Hingga saat ini, tanaman kratom disebut-sebut masuk kategori narkotika golongan I. Sebab kratom adalah tanaman herbal yang masuk dalam kategori New Psychoactive Substances (NPS).
Namun, menurut Moeldoko dari hasil rapat internal, Kementerian Kesehatan menyatakan kratom tidak masuk dalam kategori narkotika. Namun, dia mengakui ada unsur zat sedatif atau penenang di dalamnya dan tidak bahaya digunakan dalam ambang batas tertentu.
Oleh karenanya pemerintah akan mengatur seberapa besar zat sedatifnya yang aman digunakan untuk masyarakat luas. Riset bakal dilakukan BRIN untuk menentukan hal tersebut, hasil tersebut yang bakal digunakan sebagai standar baru setiap produk kratom.
“Dari Kemenkes bilang kratom tidak masuk kategori narkotika berikutnya untuk itu maka perlu diatur baik dan BRIN kita minta penelitian atas kratom ini. Berikutnya memang ada sedatifnya ada, tapi dalam jumlah tertentu,” jelas Moeldoko.
“Maka dikejar lagi supaya Brin lakukan langkah riset lanjutan untuk ketahui seberapa besar sesungguhnya ini bahaya,” katanya terkait tanaman kratom.(fdl/fdl)
Ignacio Geordi Oswaldo
Senin, 24 Jun 2024 17:12 WIB